Selasa, 30 Desember 2014

Kritik



Kritik Tentang Sistem UKT di Untirta yang Tidak Adil
            UKT adalah singkatan dari Uang Kuliah Tunggal dan merupakan sistem baru tarif biaya kuliah yang dimulai pada tahun 2013. Ukt adalah kebijakan yang dikonstruksikan oleh dirjen DIKTI untuk diberlakukan di seluruh universitas negeri di Indonesia. Dalam sistem UKT ini, mahasiswa baru tidak akan diminta untuk membayar uang pangkal (SPL), praktikum, atau biaya tambahan lainnya yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. “pengaruh BOPTN terhadap biaya pendidikan tinggi yang ditanggung mahasiswa, seperti uang gedung, spp, praktikum, uang SKS, uang wisuda, dan total dibayar mahasiswa dikumpulkan jadi satu menjadi UKT,’ ungkapnya Mendikbud Mohammad Nuh, saat konferensi pers peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan tetag Uang Kuliah Tunggal, di ruangan graha 1, Gedung A lantai 2 Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2013).
            Pada prinsipnya UKT adalah total biaya operasional yang dibutuhkan menjalankan operasional Perguruan Tinggi Negeri yang dibutuhkan menjalankan operasional perguruan tinggi dikurangi Biaya operasional Perguruan Tinggi Negeri yang didapat dari pemerintah. UKT tidak dibebankan sama kepada seluruh mahasiswa,orangtua mahasiswa atau pihak yang bertanggung jawab membiayai mahasiswa.
            Kategori UKT yang ditetapkan oleh Untirta berdasarkan edaran DIKTi yaitu 5 kategori, meski di beberapa perguruan tinggi lain ada juga yang menerapkan hingga 7 kategori. Adapun rincian kategorinya sebagai berikut :
Kategori
Penghasilan orangtua
Besaran UKT
I
Rp. 0,00 – Rp. 500.000,00
Rp. 400.000,00
II
Rp. 500.000,00 – Rp. 1.000.000,00
Rp. 800.000,00
III
Rp. Rp. 1.000.000,00 – Rp. 2. 500.000,00
Rp. 2.500.000,00
IV
Rp. 2. 500.000,00 – Rp. 5.000.000,00
Rp. 3.500.000,00
V
Diatas Rp. 5.000.000,00
Rp. 4.500.000,00
            Selain adanya bantuan pemerintah melalui BOPTN yang nantinya akan berpengaruh pada besaran UKT, pemerintah juga mengupayakan bantuan melalui beasiswa seperti beasiswa olimpiade, PPA dan BBM, bidikmisi , olahraga, industri, dan beasiswa masyarakat dalam dan luar negeri.
            Namun ada beberapa hal yang kurang relevan dengan kondisi ideal penerapan sistem UKT. Saya sebagai mahasiswa angkatan 2013 pendidikan matematika Untirta merasa keberatan dengan sistem UKT ini. Walaupun sebenarnya lebih menguntungkan karena tidak ada uang pangkal, tetapi yang saya rasakan malah adanya ketidakadilan dalam sistem UKT ini.
            Saya diterima di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Untirta pada tahun 2013 lewat jalur UMBPTN. Saya memilih pendidikan matematika Untirta di pilihan pertama dan alhamdulillah lolos. Kemudian saya datang pada hari pertama daftar ulang untuk menyerahkan berkas-berkas daftar ulang. Didalam berkas-berkas itu terdapat semua identitas saya beserta slip gaji orangtua, slip rekening listrik, keterangan lebar tanah dan lebar rumah di PBB, ada juga keterangan sumber dana, jumlah anak, dan jumlah orang yang ditanggung oleh sumber dana. Setelah menyerahkan berkas-berkas tersebut kemudian pihak rektorat mengatakan secara langsung bahwa saya termasuk kedalam UKT golongan V, sambil mengambil berkas-berkas saya. Saya terheran-heran, kenapa pemutusan golongan UKT bisa secara langsung seperti itu? Lalu digunakan untuk apa berkas-berkas yang telah saya berikan tersebut? Apa tidak dipertimbangkan dahulu?
            Ayah saya bekerja sebagai buruh disalah satu pabrik di Tangerang yang memang memiliki gaji diatas 5 juta rupiah. Tetapi, saya disini mempunyai 2 adik yang juga sekolah. Berarti tanggungan ayah saya yaitu 4 orang termasuk ibu saya. Lalu ada teman dekat saya yang kuliah di fakultas lain di Untirta yang pekerjaan ayahya tidak jauh berbeda seperti ayah saya dan memiliki gaji juga diatas 5 juta rupiah dan dia juga termasuk kedalam UKT golongan 5, tetapi dia adalah anak satu-satunya dikeluarganya. Tanggungan ayahnya hanya 2 orang termasuk ibunya. Disini terlihat bahwa tidak adanya keadilan dan perbedaan biaya kuliah sedangkan antara tanggungan yang sedikit anak dan yang banyak anak. Hal ini menunjukkan bahwa sistem UKT di Untirta tidak menjawab persoalan biaya kuliah terjangkau.
            Belum lagi persoalan-persoalan lain yang menyimpang pada sistem UKT ini dimana saya banyak mendengar mahasiswa yang memanipulasi slip gaji orangtua karena memang slip gaji nya memungkinkan untuk diubah-ubah sesuai keinginan dan juga untuk para mahasiswa yang orangtuanya adalah wiraswasta yang berarti mereka membuat sendiri pernyataan pendapatan penghasilan perbulan yang kemudian tinggal meminta tandatangan dari kecamatan. Mudah sekali bagi pihak-pihak ini untuk menuliskan berapa besarnya penghasilan mereka secara suka-suka dan yang pastinya akan ditulis sekecil mungkin. Lalu, apakah ini bentuk pemerataan? dengan adanya keputusan golongan UKT tanpa adanya pertimbangan terlebih dahulu  seperti ini malahan seperti membuka kesempatan kepada pihak-pihak yang memanipulasi data. Toh juga tidak akan diperiksa secara aslinya bukan?
            Apakah bagian keuangan tau jika misalnya ada mahasiswa yang memanipulasi data penghasilan orangtuanya dan dia mendapatkan golongan UKT rendah tetapi padahal dia termasuk orang yang kemampuan ekonominya diatas rata-rata? Apakah bagian keuangan tau apabila ada mahasiswa mereka yang mendapatkan golongan yang terbilang rendah namun padahal sebenarnya dia tidak mampu karena tanggungan keluarganya banyak?
            Ya. Saya tahu bahwa mahasiswa bisa meminta penurunan UKT, dan kemungkinan besar akan diturunkan golongan UKT nya sesuai dengan kenyataan kemampuan ekonominya dan melalui berbagai/ serangkaian penyidikan. Tapi, bagaimana dengan mereka yang  sudah terlanjur mendapatkan golongan UKT rendah dan padahal sebenarnya tergolong mampu? Hal inilah yang saya sangat sayangkan terhadap sistem UKT di Untirta.
                Saya disini hanya  ingin menagih keadilan! Saya berharap pihak Untirta lebih selektif lagi dan meenentukan golongan UKT dengan pertimbangan. Dan kita sebagai mahasiswa jangan tinggal diam melihat adanya ketidakadilan disekitar kita. Kritis! Dan tuntutlah keadilan yang seadil-adilnya! Hidup mahaisiswa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar